4 Penciptaan Karya Seni Berbasis Kearifan Lokal Papua 61 4.1. Penciptaan Seni Tari 65 4.2. Penciptaan Seni Musik 74 4.3. Penciptaan Seni Lukis 90 5. Pelestarian dan Pengembangan Seni-Budaya Papua 105 5.1. Ajang Perlombaan dan Vestival Seni-Budaya Papua 105 5.2. Apresiasi Seni-Budaya Papua Melalui Sanggar Seni 108 5.3. terjawab ‱ terverifikasi oleh ahli Dalam proses penciptaan karya seni yang pertama kali harus ada => Ide dan KonsepSemoga membantu yaa D
Konsepini dikembangkan dari pengalaman di bidang fotografi digital dan antropologi visual, dipandu oleh teori-teori dasar kreativitas, teori kuantum dalam seni, dan teori penciptaan seni yang telah ada sebelumnya. Melalui pendekatan emosional sebagai metode, disertai dengan pendekatan sistematis yang ter- struktur dari foto-etnografi dan
Tahapan Pembuatan Karya Seni Sumber pembuatan karya seni dibutuhkan strategi agar pengerjaannya efektif dan efisien. Tahapan pembuatan karya seni dapat dilakukan dengan mengacu pada sketsa. Simak ulasan tahapannya dalam artikel berikut seni yang baik tidak hanya dapat dilihat keindahannya melalui mata, melainkan juga dapat menyenangkan hati dan menyegarkan pikiran. Jika seorang seniman atau pelaku seni menginginkan agar karyanya dinilai sebagai suatu karya seni, maka ia akan berusaha untuk mengembangkan dan menciptakan karya seninya dengan penuh ekspresi dan kreativitas. Itu sebabnya diperlukan tahapan pembuatan dalam suatu karya seni agar menghasilkan sesuatu yang maksimal. Tahapan Pembuatan Karya SeniIlustrasi Tahapan Pembuatan Karya Seni Sumber penciptaan karya seni dapat dikelompokan menjadi dua tahap, yaitu proses penciptaan konsep karya seni dan tahapan pembuatan karya seni. Pada proses penciptaan konsep akan didapatkan ide, gagasan, cara kerja atau hal-hal baru yang akan dituangkan ke dalam sketsa. Tahapan pembuatan karya seni dapat dilakukan dengan mengacu pada sketsa. Penjelasan mengenai proses penciptaan konsep karya seni terdapat dalam buku Proses Penciptaan Karya Seni Rupa dan Desain yang disusun oleh Arya Kamandanu 2022159. Berdasarkan buku tersebut, pekerja seni akan menghasilkan ide dan gagasan kreatif setelah melewati beberapa tahap dalam proses penciptaan konsep, yaitu persiapan preparation, konsentrasi concentration, inkubasi incubation, iluminasi ilumination, dan verifikasi atau produksi production. Dalam tahapan pembuatan karya seni, seniman akan berusaha untuk mengaplikasikan konsep penciptaan karya seni ke dalam bentuk visual. Langkah dalam tahapan pembuatan karya seni adalah sebagai berikut, Seniman akan mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan dalam pembuatan sketsa seperti media kertas, pensil, dan pena untuk membentuk arsiran. Sketsa atau rancangan awal karya seni dibuat pada kertas dengan menggunakan pensil mekanik 2B. Proses pembuatan sketsa dilakukan langsung pada media karya seni. Acuan dalam Tahapan Pembuatan Karya Seni Sumber merupakan tahap akhir dalam pembuatan karya seni. Setelah karya seni dinyatakan selesai, selanjutnya akan dilakukan pengukuhan nama dan tanggal pembuatan di salah satu sisi karya. Tahapan pembuatan karya seni dapat dilakukan dengan mengacu pada sketsa. Sebelumnya akan dilakukan proses penciptaan konsep karya seni untuk menghasilkan ide pada sketsa. Ide tersebut menjadi dasar pembuatan sketsa yang akan digunakan dalam tahapan produksi selanjutnya.DK fiberglass. b. kayu c. plastik d. logam e. keramik Jawaban: b 11. Hal pertama yang diperlukan oleh seorang seniman dalam menghasilkan karya-karyanya adalah. a. alat-alat perlengkapan b. media c. biaya d. ide atau gagasan e. perencanaan Jawaban: d 12.
Kompetensi yang dibutuhkan dalam penciptaan seni tidak semata mata pada keadaan ekspresif yang menitikberatkan pada kompetensi artistik semata. Kompetensi seni dibutuhkan dalam kegiatan kesenian untuk menghasilkan karya seni. Kompetensi ini hanya membutuhkan tacit knowledge dan implisit knowledge sebagai dasar dalam melaksanakan kegiatan. Namun, ketika pencipta seni mempertanggungjawabkan karyanya, baik lisan maupun tulisan, mereka membutuhkan pengetahuan eksplisit sebagai dasar. Tanpa pengetahuan eksplisit mereka tidak akan bisa mengkomunikasikan pemikiran mereka yang telah terwujud berdasarkan pengetahuan tacit dan pengetahuan implisit. Untuk itu, dukungan state of analysis dan state of describing merupakan kebutuhan yang harus diupayakan bagi siapapun yang mempelajari penciptaan seni. The competence needed in art creation is not solely on expressivity, which focuses on artistic competence alone. Artistic competence is required in creative activities to produce works of art. This competence only requires tacit knowledge and implicit knowledge as a basis for carrying out activities. However, when art creators are accountable for their work, both oral and written, they need explicit knowledge. Without explicit knowledge, they will not communicate their thoughts, which manifest based on tacit knowledge and implicit knowledge. For this reason, support for the state of analysis and state of describing is a necessity that must be pursued for anyone who studies art creation. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Senakreasi Seminar Nasional Kreativitas dan Studi Seni Vol. 2, Tahun 2020, pp. 1-9 eISSN 2722-0818 1 Kompetensi dasar penciptaan seniBambang Sunarto Prodi Seni Program Doktor Institut Seni Indonesia Surakarta, Indonesia bambangsunarto 1. Pendahuluan Dalam seminar Pengembangan Model Disiplin Seni, tahun 2013, ada makalah pendek yang membahas sumberdaya penciptaan seni. Makalah itu memuat pernyataan “potensi/kapasitas penciptaan pada dasarnya bertumpu pada training kepekaan yang manifestasinya merupakan state of expressivity dan bukan state of describing atau state of analysis” Kusumo 2013, 1. Pernyataan ini sangat serius, karena menyangkut masalah fundamental dalam pendidikan penciptaan seni. Pengertian expressivity adalah the quality or state of being expressive kualitas atau keadaan ekspresif Staff 2003, 442. Pengertian state of expressivity adalah kondisi “pikiran” untuk mencapai kualitas atau keadaan ekspresif. Pernyataan bahwa “potensi/kapasitas penciptaan pada dasarnya bertumpu pada training kepekaan yang manifestasinya merupakan state of expressivity” tentu merupakan pernyataan kebenaran yang tidak dapat dibantah. Sublim Ekspresif Analisis KEYWORDS Art creation Sublime Expressivity Analysis Description Kompetensi yang dibutuhkan dalam penciptaan seni tidak semata-mata pada keadaan ekspresif yang menitikberatkan pada kompetensi artistik semata. Kompetensi seni dibutuhkan dalam kegiatan kesenian untuk menghasilkan karya seni. Kompetensi ini hanya membutuhkan tacit knowledge dan implisit knowledge sebagai dasar dalam melaksanakan kegiatan. Namun, ketika pencipta seni mempertanggungjawabkan karyanya, baik lisan maupun tulisan, mereka membutuhkan pengetahuan eksplisit sebagai dasar. Tanpa pengetahuan eksplisit mereka tidak akan bisa mengkomunikasikan pemikiran mereka yang telah terwujud berdasarkan pengetahuan tacit dan pengetahuan implisit. Untuk itu, dukungan state of analysis dan state of describing merupakan kebutuhan yang harus diupayakan bagi siapapun yang mempelajari penciptaan seni. Basic competency in art creation The competence needed in art creation is not solely on the state of expressivity which focuses on artistic competence alone. Artistic competence is needed in artistic activities to produce works of art. This competence only requires tacit knowledge and implicit knowledge as a basis for carrying out activities. However, when art creators are accountable for their work, both oral and written, they need explicit knowledge as a basis. Without explicit knowledge they will not be able to communicate their thoughts which have become manifest based on tacit knowledge and implicit knowledge. For this reason, support for state of analysis and state of describing is a necessity that must be pursued for anyone who studies art creation. This is an open-access article under the CC–BY-SA license. Senakreasi Seminar Nasional Kreativitas dan Studi Seni ISSN 2722-0818 Vol. 2, Tahun 2020, pp. 1-9 2 Bambang Sunarto Kompetensi dasar penciptaan seniPernyataan bahwa potensi atau kapasitas penciptaan bukan bertumpu pada state of describing dan state of analysis adalah pernyataan yang harus dipahami lebih dalam dan dicermati secara hati-hati. Sebab, kata describing memiliki makna yang demikian luas. Umumnya, orang memaknai kata itu cenderung tunggal, yaitu to represent or give an account of in words Staff 2003, merepresentasikan atau memberikan penjelasan dengan kata-kata. Kata describing sesungguhnya juga bermakna to represent by a figure, model, or picture Staff 2003, merepresentasikan atau menjelaskan dengan suatu figur, model, atau gambar. Kapasitas penciptaan seni sesungguhnya justru lebih banyak bertumpu pada kompetensi describing, mendeskripsikan atau menggambarkan. Berdasarkan kompetensi itu seniman dapat merepresentasikan nilai secara simbolik melalui figur, model, atau gambar. Formulasi figur, model, atau gambar selanjutnya dirumuskan dengan menggunakan materi kata, gerak, rupa, bunyi, cerita ataupun peristiwa. Menurut Buytendijk, Gadamer dan Schiller seni adalah bahasa permainan bentuk imaji, baik imaji kata, imaji gerak, rupa, bunyi, cerita maupun peristiwa Sugiharto 2013, 53. Oleh karena itu, jika studi penciptaan seni bertumpu pada pengembangan state of describing, maka hal itu adalah masuk akal, karena describing atau penggambaran dalam seni adalah keniscayaan. Pernyataan bahwa potensi atau kapasitas penciptaan seni bukan bertumpu pada state of analysis juga perlu mendapat perhatian. Pengertian analysis sekurang-kurangnya adalah 1 the identification or separation of ingredients of a substance; 2 clarification of an expression by an elucidation of its use in discourse 3 a method of resolving complex expressions into simpler or more basic ones Staff 2003. Artinya, pengertian analisis sekurang-kurangnya adalah 1 identifikasi atau pemisahan bahan dari suatu substansi; 2 klarifikasi ekspresi dengan penjelasan penggunaannya dalam wacana 3 metode dalam menyelesaikan ekspresi kompleks menjadi yang lebih sederhana atau lebih mendasar. Oleh karena itu, pengertian state of analysis adalah kondisi pikiran untuk 1 mengidentifikasi atau memisahkan-misahkan bahan dari suatu substansi; 2 mengklarifikasi ekspresi dengan menjelaskan penggunaannya dalam wacana 3 menerapkan metode dalam mengatasi ekspresi kompleks menjadi lebih sederhana atau lebih mendasar. Jika, pendidikan penciptaan seni menolak pengembangan state of analysis, berarti menolak peserta didik untuk mengembangkan kemampuan dalam 1 mengidentifikasi atau memisahkan-misahkan bahan dari suatu substansi; 2 mengklarifikasi ekspresi dengan menjelaskan penggunaannya dalam wacana 3 menerapkan metode dalam mengatasi ekspresi kompleks menjadi lebih sederhana atau lebih mendasar. Di sisi lain, setiap upaya penciptaan seni sesungguhnya selalu berangkat dari gagasan fundamental tentang hakikat di balik realitas, bukan gagasan fundamental tentang realitas. Hakikat di balik realitas itu yang akan diekspresikan oleh seniman. Oleh karena itu, seniman agar mampu menemukan hakikat di balik realitas harus melakukan interpretasi terhadap realitas. Jadi, yang diekspresikan seniman dalam karya seni adalah hakikat, bukan realitas. Realitas bagi seni adalah objek material, sasaran, pusat perhatian, arah intensi kekuatan jiwa seniman Sunarto 2013. Di antara realitas yang tak terhingga banyaknya, seniman harus memilah dan memilih objek, untuk dijadikan sasaran. Ketika ada objek yang menjadi pusat perhatian seniman, maka objek itu menjadi momen estetik atau moment artistik bagi seniman untuk mencipta karya seni. Untuk mengekspresikan hakikat, seniman harus melakukan interpretasi terhadap berbagai realitas yang mereka pilih menjadi momen estetik. Ketika seniman melakukan interpretasi terhadap momen estetik, sesungguhnya seniman itu membutuhkan kapasitas diri berupa kompetensi state of analysis. Tanpa kompetensi itu, seniman tidak dapat bekerja, karena ia tidak mampu memilah dan memilih elemen estetik/artistik yang paling representatif terhadap hakikat yang akan ia ungkapkan melalui karya seni. Oleh karena itu, menyatakan bahwa potensi/kapasitas penciptaan seni bukan bertumpu pada state of describing atau state of analysis adalah pernyataan ceroboh yang dapat menimbulkan disorientasi dan distorsi kompetensi. Artikel ini dimaksudkan untuk mengelaborasi penciptaan seni sebagai proses kreatif seniman untuk menyatakan nilai berbekal state of expressivity. Proses itu dimulai dari Senakreasi Seminar Nasional Kreativitas dan Studi Seni ISSN 2722-0818 Vol. 2, Tahun 2020, pp. 1-9 Bambang Sunarto Kompetensi dasar penciptaan seni 3 penemuan nilai-nilai di balik realitas terpilih yang disebut dengan momen estetik. Nilai-nilai diwujudkan menjadi realitas simbolik dalam format auditif, visual, atau gabungan dari keduanya secara heuristic untuk menghasilkan ungkapan artistik yang baru. Penemuan nilai-nilai yang terkandung di dalam momen estetik adalah bekal inisiatif bagi seniman untuk mencipta karya seni yang dapat menstimulir penghayatan terhadap nilai-nilai. 2. Proses Berfikir Seniman mencipta seni tidak serta merta dan tiba-tiba muncul karya seni. Penciptaan seni selalu dibingkai dengan proses berfikir seniman, yaitu proses bekerjanya akal seniman dalam membangun abstraksi atas objek yang tergelar di hadapan kesadaran dan menjadi sasaran perhatian seniman Sunarto 2013. Kemudian, seniman mencari hubungan atau pertalian antarunsur dari objek yang diabstraksi. Menurut Ngalim Puswanti, berpikir dapat dimaknai secara luas maupun secara sempit. Berfikir dalam arti luas adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi. Berfikir dalam arti sempit adalah mencari hubungan atau pertalian antarabstraksi Noor 2017, 13. Kondisi berfikir seniman dalam mencipta seni juga demikian. Mereka sebelum mencipta karya juga bergaul terlebih dulu dengan abstraksi-abstraksi, kemudian mencari hubungan pertalian antarabstraksi. Sebelum berkarya, mereka bertemu dengan objek terlebih dahulu Sunarto 2013. Objek-objek itu mereka abstraksikan untuk dicari esensinya, dicari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Tahap itu merupakan upaya membangun pengertian atas objek yang tergelar di hadapan indera, pemikiran, dan kesadaran seniman. Berdasarkan pengertian atas objek, di dalam diri seniman tumbuh keyakinan dasar yang berkembang berdasarkan pengertian seniman terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalam objek yang menjadi pusat perhatian seniman. Berdasarkan keyakinan yang tumbuh di dalam diri seniman, mereka memiliki keputusan untuk berkarya. Keputusan itu mengantarkan seniman untuk mengembangkan berbagai macam gagasan, baik gagasan yang berkenaan dengan rancangan wujud empiris karya seni yang akan mereka cipta, maupun gagasan tentang makna simbolik atas rancangan wujud empirik. Ketika gagasan telah hadir di dalam imajinasi, mereka selanjutnya mencari cara atau metode untuk mewujudkan gagasan itu menjadi wujud karya seni. Setelah metode mereka terapkan, maka lahirlan karya seni yang berangkat dari pertemuan subjek seniman dengan objek yang tergelar di hadapan indera, pikiran, dan kesadaran seniman sebagai subjek Sunarto 2010; 2015; 2013. Dalam berfikir, ketika seniman menetapkan keputusan untuk berkarya, maka ia mengembangkan abstraksi kompositoris dengan membayangkan medium, vokabuler artistik, format dan tehnik garap yang akan digunakan untuk mengungkapkan makna dan nilai artistik ke dalam bentuk-bentuk artistik. Abstraksi kompositoris yang terbayangkan di dalam imajinasi itu kemudian ditransformasikan menjadi wujud empiris yang memiliki kandungan makna simbolik. Realitas kompositoris yang bersifat empiris berupa bentuk-bentuk artistik itu adalah karya seni, yang berfungsi sebagai wadah wacana nilai di balik objek yang di awal telah tergelar dihadapan indera, pemikiran dan kesadaran seniman. Upaya merumuskan abstraksi kompositoris yang terbayangkan dalam imaji menjadi realitas konkrit yang empiris karya seni mesti didukung kecakapan, kemampuan, dan kapasitas untuk menghasilkan karya seni. Ditangkapnya pengertian dari realitas objek yang menjadi pusat perhatian berupa nilai-nilai dan makna yang terkandung di balik objek, disebut dengan proses tumbuhnya keyakinan dasar. Keyakinan dasar berisi nilai-nilai yang diidealkan seniman, yang dipandang wigati, menarik, dan perlu untuk diungkap. Momen tumbuhnya kesadaran tentang nilai di balik objek yang mendorong seniman untuk berkarya disebut dengan momen estetik. Momen estetik atau momen artistik adalah pengalaman seniman yang bertautan dengan fenomena yang menstimulasi lahirnya ekspresi seni Sunjayadi 2011. Pengalaman seniman terjadi dalam dua level, yaitu tahap pengalaman batin inner experience dan pengalaman empiris outer experience Case 1996, 39. Pengalaman seniman dapat hadir secara tidak terduga, namun juga dapat distimulasi melalui berbagai macam bentuk eksplorasi. Senakreasi Seminar Nasional Kreativitas dan Studi Seni ISSN 2722-0818 Vol. 2, Tahun 2020, pp. 1-9 4 Bambang Sunarto Kompetensi dasar penciptaan seniMomen estetik muncul dalam diri individu melalui proses penghayatan terhadap fenomena atau proses persepsi dan resepsi terhadap hakikat fenomena. Proses persepsi dan resepsi merupakan respon seniman yang menekankan pada upaya pemahaman dan penerimaan nilai atau makna yang ada di balik fenomena. Sesungguhnya, peristiwa penerimaan atas nilai dan makna itu yang disebut dengan momen estetik. Momen estetik muncul di dalam diri seniman, yang eksist dalam dua peristiwa. Peristiwa pertama adalah pada saat seniman menghayati fenomena dan berusaha menemukan makna di balik fenomena. Peristiwa kedua adalah munculnya ide kreatif berdasarkan penghayatan seniman terhadap fenomena Markovic 2012, 3. Proses persepsi dan resepsi menstimulasi munculnya perasaan yang bersifat sublim. Realitas sublim mewujud sebagai kualitas kebesaran atau magnitude, baik dalam arti fisik, moral, intelektual, metafisik, maupun artistik. John Denis menyatakan bahwa realitas sublim muncul sebagai a "delight that is consistent with reason," yaitu kesenangan yang konsisten dengan akal Paul 1911, 30; Cohen 2010; Doran 2015, 126. Pencipta seni dalam aktivitas penciptaan seni tidak sekedar memindahkan realitas sublim dari hasil proses persepdi dan resepsi terhadap fenomena ke dalam bentuk konkrit karya seni. Mereka sering kali harus memilah dan memilih nilai-nilai yang terkandung dalam realitas sublim. Mereka hanya memilih nilai yang mereka anggap paling wigati, yang layak, dan yang penting yang mereka anggap perlu untuk diungkapkan. Jadi, hakikat penciptaan seni adalah manifestasi penerapan nilai-nilai wigati Jadi, hakikat penciptaan seni adalah manifestasi penerapan nilai-nilai wigati yang terpilih, yang oleh seniman diwujudkan dalam realitas simbolik yang bersifat empirik. Atau, perumusan format artistik dalam bentuk empirik yang berpijak pada nilai-nilai wigati yang ditemukan dalam momen estetik. Moment estetik tidak hanya dialami oleh seniman dalam mencipta karya seni. Momen estetik juga dapat dialami oleh siapapun yang memandang fenomena sebagai entitas yang memiliki kedalaman makna. Jadi, momen estetika hanyalah salah satu aspek dari banyak fenomena umum tentang bagaimana manusia memandang, mengetahui, dan bertindak atas dasar suatu objek tertentu sebagai stimulannya. Penciptaan seni adalah salah satu dari berbagai kemungkinan manusia dalam memandang, mengetahui, dan bertindak atas dasar stimulasi dari objek tertentu. Maka, seni sangat bergantung pada persepsi dan resepsi seniman terhadap pemahaman dan penerimaan nilai-nilai wigati. Seniman mempertimbangkan secara mendasar fenomena dan nilai-nilai di dalamnya untuk diungkapkan dengan cara-cara yang arbriter. 3. AdĂȘg-AdĂȘg/Paradigma Seorang seniman dalam mencipta seni berpijak pada adĂȘg-adĂȘg yang diidealkan sendiri. AdĂȘg-adĂȘg itu berperan penting untuk menyatakan nilai yang diyakini. Penggunaan kata adeg-adeg di sini diambil dari bahasa Jawa. Artinya adalah tanda baca, penanda permulaan alinea pada satu wacana Gunawan 2016, 5; Prawiroatmodjo 1972, 33; Haryono 2008, 133. Kata ini digunakan dalam penciptaan seni untuk menunjukkan bahwa karya seni adalah manifestasi wacana yang ada di dalam pikiran seniman. Pijakan seniman dalam mencipta seni adalah “wacana” dengan karakter berfikir tertentu. Wacana dan karakter berfikir itu hadir sebagai prinsip yang diidealkan. Pijakan wacana dalam karakter berfikir tertentu itu disebut adĂȘg-adĂȘg. Caturwati ketika menerangkan sikap seniman dalam pertunjukan Gotong Singa dan Kliningan Jaipongan juga menggunakan kata adĂȘg-adĂȘg Caturwati 2008, 94. Kata adĂȘg-adĂȘg digunakan juga untuk menunjuk posisi dan sikap dan siap berdiri dalam pencak silat Supandi 1992, 137. Jadi, kurang lebih maksud dari adĂȘg-adĂȘg adalah identik dengan paradigma. Paradigma adalah seperangkat konsep, manifestasi dari pola pikir khas, yang berisi kerangka teori, metode, atau standar untuk menjadi dasar kegiatan dalam tujuan tertentu Manning 2018, 135; Grune 1990, 563; Gabriel 2011, 216. Paradigma berlaku dalam proses penelitian ilmiah untuk pengembangan ilmu pengetahuan Heddy Shri Ahimsa-Putra 2007; Ahimsa-Putra 2008, dan berlaku juga dalam proses penciptaan seni untuk pengembangan dunia seni Sunarto 2013. Jadi, paradigma diterapkan dalam proses ilmiah maupun dalam proses artistik. Proses ilmiah berisi tahap-tahap penalaran dalam proses berpikir sistematis Senakreasi Seminar Nasional Kreativitas dan Studi Seni ISSN 2722-0818 Vol. 2, Tahun 2020, pp. 1-9 Bambang Sunarto Kompetensi dasar penciptaan seni 5 untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Proses artistik berisi tahap-tahap penalaran dalam sistem berfikir seniman secara merdeka untuk menghasilkan formula bentuk artistik hingga mewujudkannya secara empiris Sunarto 2013. Keduanya memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya terletak pada tujuannya, yaitu menemukan dan mewacanakan sesuatu. Perbedaannya, terletak pada prosedur dan produk temuan serta “wadah” wacananya. Proses ilmiah ditujukan untuk menemukan dan mewacanakan kebenaran sesuai paradigma yang dipilih ilmuwannya. Proses artistik ditujukan untuk menemukan dan mewacanakan salah satu atau gabungan dari dua atau tiga entitas nilai, yaitu kebaikan, keindahan, dan kebenaran sesuai perspektif yang dipilih senimannya. Hakikat paradigma adalah kumpulan konsep-konsep yang menjadi satu kesatuan konseptual. Kumpulan konsep-konsep itu membentuk kerangka pikir. Oleh karena itu, paradigma terdiri atas beberapa unsur yang merupakan satu kesatuan yang saling mendukung satu sama lain. Paradigma dalam penciptaan seni terdiri atas tujuh unsur pokok, yaitu 1 nilai-nilai, 2 keyakinan dasar, 3 kehendak berkarya, 4 model, 5 konsep, 6 metode, yang terdiri atas metode pengembangan konsep, dan metode penerapan konsep, 7 karya seni Sunarto 2013. Unsur-unsur itu akan menentukan kualitas dan wujud karya yang dicipta. Unsur pertama menunjukkan bahwa seniman dalam mencipta karya seni mesti berpijak pada nilai-nilai atas objek yang menjadi pusat perhatiannya. Penciptaan seni adalah upaya seniman menghasilkan nilai-nilai, berpijak dari nilai-nilai. Jadi pencipta seni tidak mungkin tidak berfikir nilai, baik nilai intrinsik maupun nilai ekstrinsik suatu objek. Nilai intrinsik adalah potensi atau kapasitas yang ada di “dalam diri sendiri”, atau “untuk kepentingannya sendiri” suatu objek, yang menunjukkan bahwa ia berharga karena dirinya sendiri bukan karena sesuatu yang lain Bayram 2016, 114–24. Nilai ekstrinsik sering disebut juga sebagai nilai instrumental, yaitu nilai yang dimiliki oleh sesuatu, yang menghasilkan akibat-akibat yang boleh jadi berguna sebagai alat untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan Zimmerman and Bradley 2002. Objek yang dimaksud adalah berbagai entitas yang tergelar di hadapan inderanya, pikirannya, perasaannya, dan kesadarannya. Persepsi tentang nilai-nilai menumbuhkan unsur kedua paradigma, yaitu keyakinan dasar. Unsur ini adalah keadaan pikiran seniman yang meyakini bahwa suatu objek yang tergelar di hadapannya dapat diangkat menjadi ide karya. Keyakinan boleh jadi adalah persetujuan intelektual dan emosional terhadap nilai suatu objek untuk diangkat menjadi ide karya, tanpa dilakukan pembuktian sebelumnya bahwa objek itu adalah indah, baik, dan benar. Keyakinan tumbuh karena subjek seniman menganggap bahwa objek di hadapannya adalah sesuatu yang baik, benar, dan menarik. Jadi, keyakinan dasar adalah nilai-nilai yang melatarbelakangi pemikiran dan nilai-nilai yang hendak diekspresikan sebagai ide penciptaan. Unsur ketiga adalah keinginan berkarya. Keinginan ini berisi maksud, tujuan, kecenderungan, dan kehendak mengadakan sesuatu yang belum pernah ada. Konsekuensinya, seniman melaksanakan aktivitas atistik untuk mencapai maksud yang diidamkan. Kehendak berkarya didasari 1 kesadaran atas makna dan maksud yang hendak dikerjakan dan dihasilkan, dan 2 kesadaran untuk mengekspresikan nilai-nilai secara sukarela. Unsur keempat adalah model, yaitu representasi bentuk, konstruksi, type artistik, medium, dan vokabuler secara imajinatif di angan-angan. Tahap ini, seniman telah memiliki gambaran imajinatif mengenai konstruksi seni yang akan dicipta. Boleh jadi, konstruk artistik yang diangan-angan telah lengkap, namun boleh jadi hanya memua beberapa aspek saja. Kehadiran model ini sangat penting, karena akan menjadi kerangka dasar yang tersimpan di dalam kesunyian imajinasi seniman. Unsur kelima adalah konsep. Secara umum, konsep adalah pemikiran, atau ide yang melengkapi model. Konsep mengangkat model yang masih bersifat abstrak menjadi memiliki derajat kekongkretan. Oleh karena itu, wujud konsep adalah penjelasan interpretatif terhadap konstruksi artistik yang tertuang di dalam model. Penjelasan dapat berupa gagasan medium, vokabuler artistik, tehnik garap, dan makna, sehingga rancangan artistik yang akan dicipta menjadi lengkap hakikat konseptualnya. Senakreasi Seminar Nasional Kreativitas dan Studi Seni ISSN 2722-0818 Vol. 2, Tahun 2020, pp. 1-9 6 Bambang Sunarto Kompetensi dasar penciptaan seniUnsur keenam adalah metode. Unsur ini merupakan manifestasi berfikir bebas seniman dalam mewujudkan model dan konsep. Konstruk metode sangat tergantung pada gagasan tentang medium, vokabuler artistik, tehnik garap, dan type artistik yang telah ditetapkan dalam model dan konsep. Metode dirumuskan sesuai kebutuhan artistik yang hendak dicapai. Jadi, metode penciptaan adalah strategi untuk mewujudkan model dan konsep menjadi wujud karya seni. Unsur terakhir paradigma penciptaan seni adalah karya seni, yaitu hasil kinerja seniman dalam menggarap nilai-nilai, merumuskan model dan konsep dan menerapkan metode. Karya seni adalah realitas empiris. Namun di dalamnya terkandung realitas simbolis berupa makna konotatif maupun denotatif karya seni. Makna berhubungan dengan maksud dan tujuan seniman. Namun, karena karya seni memiliki sifat multi-interpretable, maka tidak menutup kemungkinan audins dapat memaknai secara lain dari makna yang dimaksudkan oleh seniman penciptanya. Paradigma berfungsi signifikan dalam aktivitas penciptaan seni. Paradigma adalah pendekatan yang berkembang untuk mengkonstruksi model, konsep dan metode sebagai sistem artistik dengan cara yang tepat dan mencerahkan. Jadi, paradigma dapat berguna sebagai semacam teori realisasi. Konstruk artistik sebagai bahasa ungkap diasumsikan memberi karakter artistik yang bermakna. Paradigma memiliki peran penting bagi seniman dalam merumuskan konten artistik. Tanpa paradigma yang jelas, sulit rasanya menemukan kontens artistik yang bermakna. 4. Kompetensi Dasar Kompetensi adalah keterampilan yang dapat didemonstrasikan, untuk memungkinkan atau meningkatkan efisiensi dan kinerja dalam menyelesaikan pekerjaan Galagan, Hirt, and Vital 2020. Seniman dalam mencipta seni juga didasari kompetensi tertentu. Kompetensi seniman berkenaan dengan keahlian dalam mengungkap nilai melalui seni. Hakikat seni adalah formula makna atau manifestasi dari aspek kedalaman dari pengalaman manusiawi, yang dirumuskan oleh seniman. Kandungan seni bukan semata-mata keindahan melainkan juga kebenaran, yaitu kebenaran faktual-eksistensial yang mencitrakan hidup dan dunia ini Sugiharto 2013. Hakikat seni adalah puisi, inti dari hakikat jiwa dan kemanusiaan. Jadi puisi adalah ungkapan sesuatu yang substansial, yang menstimulasi penemuan kembali substansi untuk menghidupkan jiwa dan kemanusiaan. Menghidupkan jiwa dan kemanusiaan membutuhkan dasar kebenaran, yang dapat dipahami dalam tiga pengertian, yaitu sebagai anugerah, sebagai landasan, dan sebagai permulaan Heidegger 2002, 47. Kompetensi seniman dalam mencipta seni berkaitan dengan keterampilan melakukan abstraksi nilai di balik objek dan merekonstruksi nilai ke dalam bentuk-bentuk empiris. Berarti, seniman dapat mencipta karya seni memerlukan dasar pengetahuan, baik 1 pengetahuan praktis, maupun 2 pengetahuan teoretis. Pengtahuan praktis adalah pengetahuan yang bersifat preskriptif, wujudnya dalam bentuk aktivitas. Pengetahuan teoretis adalah pengetahuan hasil pemikiran kontemplatif, rasional, dan abstrak berupa analisis hubungan antar unsur dalam suatu fakta, atau hubungan antar fakta pada sekumpulan fakta-fakta Peters 1967, 60. Pengetahuan teoretis akan selalu hadir sebagai pengetahuan eksplisit. Pengetahuan praktis sering hadir dalam bentuk pengetahuan tacit dan implisit. Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang berbentuk deklaratif. Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah diartikulasikan ke dalam bahasa formal dan dapat didokumentasikan, disimpan dan disebarkan secara luas dengan mudah. Pengetahuan tacit adalah pengetahuan yang didapat dari pengalaman, tidak dalam bentuk deklaratif, dan tidak dapat diubah menjadi bentuk deklaratif. Pengetahuan implicit adalah pengetahuan yang belum dalam bentuk deklaratif, namun dapat diubah menjadi bentuk deklaratif Griffith, Sawyer, and Neale 2003, 267. Seniman mencipta karya seni lebih cenderung menggunakan dan menghasilkan pengetahuan tacit dan pengetahuan implisit. Pengetahuan teoretis cenderung termanifestasi ke dalam pengetahuan eksplisit. Sedangkan pengetahuan praktis punya kecenderungan denotatif berupa pengetahuan tacit Senakreasi Seminar Nasional Kreativitas dan Studi Seni ISSN 2722-0818 Vol. 2, Tahun 2020, pp. 1-9 Bambang Sunarto Kompetensi dasar penciptaan seni 7 dan pengetahuan implisit. Pengetahuan teoretis dan pengetahuan praktis seperti dua sisi mata uang. Keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya sama pentingnya, yaitu penting untuk memahami kedua ujung spektrum. Spektrum adalah urutan atau rentang kontinuitas dalam ruang dan waktu. Keduanya dalam penciptaan seni dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengolah kesesuaian medium, vokabuler artistik praktis, garap teknik emspresi maupun konteks dan pesan. Pengetahuan teoretis adalah pengetahuan yang melihat realitas praktis sebagai sebagai kekayaan kognitif. Pengetahuan ini dalam penciptaan seni membantu seniman untuk memahami mengapa medium, vokabuler artistik praktis, garap teknik ekspresi berhasil diterapkan sementara yang lain gagal. Teori me”maintain” dan memelihara pengalaman, sehingga dapat memberi pemahaman lebih dalam tentang suatu konsep berdasarkan pengalaman. Pengetahuan praktis juga amat sangat berharga, karena dalam penciptaan seni pengetahuan praktis adalah manifestasi keterampilan dalam menyelami dunia konkrit dalam seni. Pengetahuan ini memungkinkan pencipta seni secara praktis mengolah medium, vokabuler artistik praktis, garap teknik ekspresi. Bagian terbaik dari kompetensi praktis adalah apa pun nilai yang dianggap penting dapat diungkapkan dengan medium, vokabuler artistik praktis, garap teknik ekspresi. Aktivitas praktis untuk mengungkap nilai dalam penciptaan seni tidak mungkin mengabaikan kompetensi analisis dan kompetensi deskriptif. Kompetensi analisis adalah bekal untuk membangun konsep dan kualitas artistik terkait dengan makna yang hendak diungkap. Kompetensi deskriptif adalah bekal untuk membangun format artistik sesuai dengan model dan konsep yang ttelah mereka rumuskan. Kompetensi analisis diperlukan seniman ketika mereka membangun model dan konsep, serta mewujudkan ke dalam bentuk-bentuk empiris. Artinya, untuk mewujudkan model dan konsep mereka harus mampu mengidentifikasi kesesuaian medium, vokabuler artistik praktis, dan garap teknik ekspresi dengan realitas model dan konsep yang mereka imajinasikan. Ketika mereka mempertanggungjawabkan karya, mereka juga harus mampu melakukan analisis terhadap karya yang diciptakannya. Mereka sekurang-kurangnya harus mampu memeriksa secara rinci berbagai elemen atau struktur dari karya seni yang diciptakan. Kompetensi deskriptif tidak dapat diabaikan, karena kompetensi ini merupakan kompetensi sangat fundamental. Ketika seniman mewujudkan model dan konsep, tindakan konkrit yang tidak dapat dihidari adalah tindakan mendeskripsikan objek penciptaan ke dalam bentuk-bentuk artistik. Deskripsi itu harus sesuai dengan wacana yang dimaksudkan dalam model dan konsep, sehingga karya seni berdasarkan deskripsi itu dapat memberikan gambaran nilai tentang sesuatu yang disajikan dalam karya seni. Apalagi pengertian deskripsi describing bukan semata-mata merepresentasikan atau memberikan penjelasan dengan kata-kata, tetapi juga merepresentasikan atau menjelaskan dengan suatu figur, model, atau gambar. Ketika mencipta seni, seniman merepresentasikan nilai ke dalam bentuk yang berupa figur, model, atau gambaran. Ketika mempertanggungjawabkan karya, seniman mesti memberikan penjelasan secara analitik dengan menggunakan kata-kata. Oleh karena itu, seniman akademis mesti dapat berbahasa secara baku, karena bahasa baku merupakan bahasa yang benar sesuai kaidah bahasa. Umumnya, bahasa baku digunakan dalam bahasa tulis maupun lisan yang formal atau resmi. Untuk itu, seniman akademis mesti menguasai bahasa baku. 5. Kesimpulan Pernyataan yang menegasikan state of describing atau state of analysis dalam studi penciptaan seni akan mendegradasi kompetensi penciptaan seni terisolasi dalam pojok kesenimanan yang hanya fokus pada penguasaan kompetensi teknis artistik semata. Pencipta seni dalam mengelola medium, vokabuler artistik praktis, dan garap teknik ekspresi sesungguhnya telah merumuskan pengetahuan yang sangat berharga, yaitu berupa pengetahuan implisit. Pengetahuan implisit hanya diketahui dan disadari oleh pemilik pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan implisit hanya bermakna bagi pemiliknya saja jika tidak Senakreasi Seminar Nasional Kreativitas dan Studi Seni ISSN 2722-0818 Vol. 2, Tahun 2020, pp. 1-9 8 Bambang Sunarto Kompetensi dasar penciptaan senicoba ditransfer menjadi pengetahuan eksplisit. Ketidakmampuan seniman untuk mengubah pengetahuan implisit yang telah mereka rumuskan menjadi pengetahuan eksplisit akan menjauhkan seniman dari pergaulan intelektual yang lebih luas. Untuk itu, state of describing atau state of analysis adalah potensi atau kapasistas dasar yang harus dikuasai oleh para mahasiswa yang melakukan studi formal penciptaan seni, utamanya di level magister dan doctor. Daftar Pustaka Ahimsa-Putra, 2008. “Paradigma Dan Revolusi Ilmu Dalam Antropologi Budaya Sketsa Beberapa Episode.” Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2007. “Paradigma, Epistemologi Dan Metode Ilmu Sosial- Budaya Sebuah Pemetaan.” In , 31. Yogyakarta CRCS-UGM. Bayram, Selma A. 2016. “The Use of the Concept of Intrinsic Value in Anthropocentric and Non-Anthropocentric Approaches in Environmental Ethics A Metaethical Investigation.” Middle East Technical University. Case, Caroline. 1996. “On the Aesthetic Moment in the Transference.” Inscape 1 2 39–45. Cohen, Martin. 2010. Philosophy For Dummies. John Wiley & Sons, Ltd. West Sussex, United Kingdom. Doran, Rpbert. 2015. The Theory of the Sublime from Longinus to Kant. Cambridge University Press. Cambridge, United Kingdom. Gabriel, Yiannis. 2011. Organizing Words A Critical Thesaurus for Social and Organization Studies. Oxford; New York Oxford University Press. Galagan, Pat, Morgean Hirt, and Courtney Vital. 2020. Capabilities for Talent Development Shaping the Future of the Profession. Alexandria, VA Association for Talent Development. Griffith, Terri L., John E. Sawyer, and Margaret A. Neale. 2003. “Virtualness and Knowledge in Teams Managing the Love Triangle of Organizations, Individuals, and Information Technology.” MIS Quarterly 27 2 265–87. Grune, Dick & Ceriel J Jacobs. 1990. Parsing Techniques A Practical Guide. New Yofk, USA Horwood. Gunawan, Eko. 2016. Bahasa Jawa XB. Yogyakarta, Indonesia Deepublish. Haryono, Soewardi. 2008. Buku Pepak Basa Jawa. Yogyakarta, Indonesia Pustaka Widyatama. Heidegger, Martin. 2002. Heidegger Off the Beaten Track. Edited by Julian Kenneth Haynes Young. Cambridge, United Kingdom Cambridge University Press. Kusumo, Sardono W. 2013. “Sumber Daya’ Penciptaan Seni.” In Pengembangan Model Disiplin Seni, edited by Sugeng Nugroho, 1–2. Surakarta ISI Press. Manning, Kathleen. 2018. Organizational Theory in Higher Education. New York, USA Routledge, Taylor & Francis Group. Markovic, Slobodan. 2012. “Components of Aesthetic Experience Aesthetic Fascination,Aesthetic Appraisal, and Aesthetic Emotion.” I-Perception 3 1 1–17. Noor, Juliansyah. 2017. Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi & Karya Ilmiah. Ke-7. Jakarta, Indonesia Penerbit Kencana. Paul, Harry Gilbert. 1911. John Dennis His Life and Criticism. Columbia University Press. Senakreasi Seminar Nasional Kreativitas dan Studi Seni ISSN 2722-0818 Vol. 2, Tahun 2020, pp. 1-9 Bambang Sunarto Kompetensi dasar penciptaan seni 9 Columbia, USA. Peters, Francis Edward. 1967. Greek Philosophical Terms A Historical Lexicon. New York, USA New York University Press. Prawiroatmodjo, S. 1972. Ensiklopedi Jawi Centini. Marfiah. Staff, Editorial. 2003. Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary. Edited by Frediric C. Mish. Merriam-Webster, Incorporated. 11th Editi. Springfield, Massachusetts, Merriam-Webster Incorporated. Sugiharto, Bambang. 2013. “Dasar Filosofis Disiplin Seni.” In Pengembangan Model Disiplin Seni, edited by Sugeng Nugroho, 53–58. Surakarta Penerbit ISI Press. Sunarto, Bambang. 2010. Epistemologi Karawitan Kontemporer Aloysius Suwardi. Disertasi. Yogyakarta Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. ———. 2013. Epistemologi Penciptaan Seni. Yogyakarta IDEA Press. ———. 2015. “Basic Knowledge and Reasoning Process in the Art Creation.” Open Journal of Philosophy 05 05 285–96. Sunjayadi, Achmad. 2011. “Moment Estetik Seorang Arkeolog.” Kompasiana. 2011. Zimmerman, Michael J., and Ben Bradley. 2002. “Intrinsic vs. Extrinsic Value.” Stanford Encyclopedia of Philosophy. 2002. ... Menurut Sunarto, pencipta seni adalah seniman yang berupaya menghasilkan karya seni yang berpijak pada nilai-nilai. Pencipta seni tidak mungkin tidak berfikir nilai, baik nilai intrins ik maupun nilai ekstrinsik suatu objek Sunarto, 2020. Sampai saat ini belum ada perubahan yang signifikan dengan pola ritme yang mereka mainkan, data di lapangan menunjukkan seluruh grup Rapai Pasee mengenal dan mengetahui Lagu Sa sampai Lagu DuaBlah sebagai pola ritme yang sudah pakem. ...Angga Eka KarinaSri Rochana WidyastutieningrumHerna HirzaPertunjukan Rapai Pasee adalah musik perkusi yang menampilkan pertunjukan adu pola ritme oleh dua grup musik yang tampil bersamaan dalam satu panggung. Pola ritme yang dimainkan disebut dengan Lagu. Masing-masing Lagu memiliki susunan pola ritme yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini menarik untuk dideskripsikan dalam bentuk transkripsi musikal. Teori merujuk pada Nettl dan Seeger Chase & Nettl, 1965, Charles Seeger, 2012 mengatakan bahwa transkripsi adalah proses menotasikan bunyi, mengalihkan bunyi menjadi simbol visual, atau kegiatan memvisualisasikan bunyi musik ke dalam bentuk notasi dengan cara menuliskannya ke atas kertas. Data penelitian didapatkan dengan mengamati kesenian Rapai Pasee yang dilakukan oleh Grup Putra Pasee dan Grup Raja Buah sebagai kelompok dengan persentase paling sering tampil dan juara pada kompetisi yang dilakukan di Aceh Utara. Data-data penelitian didapatkan melalui pengamatan, rekaman musik, diperkuat dengan wawancara dengan masyarakat yang terlibat dalam kesenian Rapai Pasee. Hasil yang diperoleh menjelaskan bahwa transkrispi musikal secara deskriptif terdiri dari Lagu Sa, Lagu Dua, Lagu Lhee, Lagu Limoeng, Lagu Tujoh, Lagu Sikureung dan Lagu Duablah secara detail menurut apa yang ditangkap oleh indera pendengaran peneliti dengan maksud untuk menyampaikan ciri-ciri dan detail-detail komposisi musik Rapai Pasee. Selma Aydın BayramThe concept of intrinsic value is one of the most disputed concepts of ethics, and in particular, environmental ethics. The traditional approaches towards nature are anthropocentric, attributing intrinsic value merely to human beings. Nowadays, environmental philosophers mostly try to distance themselves from anthropocentric attitudes, and they introduce ethical reasons, which do not consider nature merely instrumentally valuable. In general, environmental ethicists are prone to appeal to the concept of intrinsic value’ to justify the necessity of enlarging the scope of moral concern. For this reason, in this dissertation, I aimed to clarify the role of the concept of intrinsic value’ in environmental ethics and I present a metaethical analysis of this concept within v anthropocentric and non-anthropocentric approaches. I discuss whether intrinsic value exists independently of a valuer, and specifically a human valuer, examining what ethicists mean by intrinsic value’ and what they mean when they call something intrinsically valuable’. In light of these discussions, contrary to defenders of objective value, like Moore, I defend the view that there would not be a value independently of a valuer and attribution of a value is a subjective act. I express that the subjective act of attributing value is related to the agent, but it need not be always for-agent’s-own sake. In other words, what I mean with intrinsic value’ is not the value that is in-itself’ owned by an object because of the object’s intrinsic properties; but the value ascribed to something for-its-own-sake’, not for sake of consequences it might bring. Besides, on the basis of moral contractarianism and depending on Y. S. Lo’s “dispositional theory” grounded on Hume’s moral philosophy, I assert that subjectively attributed values can be universalized. Bambang SunartoBasically, process in the art creation is supported by three pillars of existence, namely 1 activity, 2 method, and 3 knowledge. In the application of activities, methods, and knowledge are always accompanied by the reasoning of the creators of art. Reasoning is used to obtain formulation of practical knowledge, productive knowledge, and theoretical knowledge of an object. The creators in directing its attention to the target of creation use a set of logically interrelated concepts, supported by reasoning in varied models. Substance of reasoning contains of several elements, confidence, the will to work, models, concepts, methods of concept application and the artwork. The mastery of reasoning and the material elements of reasoning are important issues in the development of pillars of artwork creation. Slobodan MarkovićIn this paper aesthetic experience is defined as an experience qualitatively different from everyday experience and similar to other exceptional states of mind. Three crucial characteristics of aesthetic experience are discussed fascination with an aesthetic object high arousal and attention, appraisal of the symbolic reality of an object high cognitive engagement, and a strong feeling of unity with the object of aesthetic fascination and aesthetic appraisal. In a proposed model, two parallel levels of aesthetic information processing are proposed. On the first level two sub-levels of narrative are processed, story theme and symbolism deeper meanings. The second level includes two sub-levels, perceptual associations implicit meanings of object's physical features and detection of compositional regularities. Two sub-levels are defined as crucial for aesthetic experience, appraisal of symbolism and compositional regularities. These sub-levels require some specific cognitive and personality dispositions, such as expertise, creative thinking, and openness to experience. Finally, feedback of emotional processing is included in our model appraisals of everyday emotions are specified as a matter of narrative content eg, empathy with characters, whereas the aesthetic emotion is defined as an affective evaluation in the process of symbolism appraisal or the detection of compositional technology can facilitate the dissemination of knowledge across the organization— even to the point of making virtual teams a viable alternative to face-to-face work. However, unless managed, the combination of information technology and virtual work may serve to change the distribution of different types of knowledge across individuals, teams, and the organization. Implications include the possibility that information technology plays the role of a jealous mistress when it comes to the development and ownership of valuable knowledge in organizations; that is, information technology may destabilize the relationship between organizations and their employees when it comes to the transfer of knowledge. The paper advances theory and informs practice by illustrating the dynamics of knowledge development and transfer in more and less virtual DoranIn this book, Robert Doran offers the first in-depth treatment of the major theories of the sublime, from the ancient Greek treatise On the Sublime attributed to 'Longinus' and its reception in early modern literary theory to the philosophical accounts of Burke and Kant. Doran explains how and why the sublime became a key concept of modern thought and shows how the various theories of sublimity are united by a common structure - the paradoxical experience of being at once overwhelmed and exalted - and a common concern the preservation of a notion of transcendence in the face of the secularization of modern culture. Combining intellectual history with literary theory and philosophical analysis, his book provides a new, searching and multilayered account of a concept that continues to stimulate thought about our responses to art, nature and human Dan Revolusi Ilmu Dalam Antropologi Budaya Sketsa Beberapa EpisodeH S Ahimsa-PutraAhimsa-Putra, 2008. "Paradigma Dan Revolusi Ilmu Dalam Antropologi Budaya Sketsa Beberapa Episode." Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, CohenCohen, Martin. 2010. Philosophy For Dummies. John Wiley & Sons, Ltd. West Sussex, United Words A Critical Thesaurus for Social and Organization StudiesYiannis GabrielGabriel, Yiannis. 2011. Organizing Words A Critical Thesaurus for Social and Organization Studies. Oxford; New York Oxford University Press.
Untukitu perlu adanya pengetahuan tentang hal-hal yang dapat mendukung dan menghambat proses penciptaan karya seni. Hal tersebut merupakan faktor-faktor yang terkait langsung dalam kaitannya proses penciptaan seni. Pengaturan waktu sangat dibutuhkan dalam mendukung terciptanya suatu karya seni, begitu pula sebaliknya waktu yang tidak tepat Seni adalah keindahan yang tertuang di dalam sebuah karya. Karya seni muncul tidak dengan serat-merta. Artinya, ada beberapa tahapan atau proses yang melingkupi kemunculan suatu karaya seni. Peran manusia seniman sangat menentukan proses terjadinya karya seni. Proses karya seni ini dapat diibaratkat sama dengan proses kemunculannya seorang manusia di bumi ini. Tahapan-tahapan proses karya seni memberikan sejauh mana karya seni itu muncul sebagai realitas yang estetis. Tahapan-tahapan tersebut, antara lain kehamilan, pertumbuhan, kemasakan, sketsa, dan pembentukan. Kelima tahapan proses terjadinya karya seni tersebut membentuk suatu kesatuan kreativitas manusia seniman. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Proses Terjadinya suatu Karya Seni 1 EkaTiti Andaryani PROSES TERJADINYA SUATU KARYA SENI Eka Titi Andaryani FIP Universitas Negeri Semarang E-mail ekatitiandaryani Abstrak Seni adalah keindahan yang tertuang di dalam sebuah karya. Karya seni muncul tidak dengan serat-merta. Artinya, ada beberapa tahapan atau proses yang melingkupi kemunculan suatu karaya seni. Peran manusia seniman sangat menentukan proses terjadinya karya seni. Proses karya seni ini dapat diibaratkat sama dengan proses kemunculannya seorang manusia di bumi ini. Tahapan-tahapan proses karya seni memberikan sejauh mana karya seni itu muncul sebagai realitas yang estetis. Tahapan-tahapan tersebut, antara lain kehamilan, pertumbuhan, kemasakan, sketsa, dan pembentukan. Kelima tahapan proses terjadinya karya seni tersebut membentuk suatu kesatuan kreativitas manusia seniman. Kata kunci seniman, seni, fantasi, cipta, estetis THE ART-MAKING PROCESS Abstract Art is beauty which is expressed in a kind of work of art. It does not suddenly appear, meaning that there must be some stages or processes along the emergence of an art work. The artist’s role helps determine the process. It is like the emergence of human beings on earth. The stages and processes tell many things about how far the work appears as a kind of aesthetic reality. Those stages are pregnancy, growth, maturity, sketches, and formation. Those five stages form human beings’ creativities artist. Keywords artist, art fantasy, creation, aesthetic PENDAHULUAN Tulisan ini mencoba mengantarkan masuk ke alam renungan, membayangkan proses terjadinya suatu karya seni. Perlu kiranya diperhatikan apa yang sebenarnya mendorong manusia dengan sendirinya ke permukaan kesadaran dalam proses penciptaan seni ini, agar demikian manusia bisa menangkap peristiwa penciptaan seni ini seperti pengalaman seorang seniman, yaitu dengan bantuan dari dalam dan arah bantuan itu, sehingga karya seni itu selesai diciptakan. Sejauh itu pula manusia Proses Terjadinya suatu Karya Seni 2 EkaTiti Andaryani selalu boleh mengharapkan bantuan dari dalam tersebut pada saat-saat gejolak hati manusia muncul. Manusia harus bisa menangkap proses penciptaan seni itu seperti pengalaman-pengalaman yang disampaikan kepada orang lain, lagi pula telah dijelaskan melalui teori umum tentang pribadi manusia. Bila manusia bisa berhasil, maka dikatakan telah dapat memberikan andil suatu teori penciptaan seni Saini, 200143-45. Kiranya hal ini akan lebih berharga atau lebih berarti bila dibandingkan dengan sebuah gambar yang indah, apabila kita samakan terjadinya suatu karya seni dengan proses terjadinya seorang manusia, seperti halnya kalau membicarakan mengenai soal mengandung, tumbuh, dan akhirnya lahirnya suatu karya seni. Demikianlah, karya seni harus bisa disamakan dengan psiko-fisiknya organisme setiap bentuk hidup. Oleh karena itu untuk menerangkan terjadinya proses tersebut, dirasa tidak ada gambaran lain yang lebih pantas dan lebih sesuai dari pada menggambarkan proses terjadinya suatu karya-seni itu seperti proses terjadinya seorang manusia. Apa yang dilakukan dalam bakal terjadinya seorang manusia secara fisik, mula-mula akan dilakukan pula dalam bakal terjadinya karya seni secara fisik. Seniman dalam arti tertentu memiliki kedua nature ini yaitu perempuan dan laki-laki. Perasaan adalah merupakan prinsip perempuan, perasaan memiliki sifat menerima, ia menerima benih hidup dan menghidupinya hingga menjadi masak. Sebaliknya fantasi adalah merupakan prinsip laki-laki, ia memiliki sifat mencipta, membuahi, mengadakan serta menjadikan bentuk. Di situ fantasi dan perasaan harus berpadu kalau suatu karya seni harus terjadi. “Perasaan atau rasa yang dimaksud bukanlah rasa yang bersifat jasmani, melainkan rasa yang lebih mendalam, yaitu rasa rohani-jasmani” Driyarkara, 198072. Seperti seorang seniman mengalami pola seksual dalam dirinya sendiri, sebegitu kuat dia mengalami itu, dibanding orang lain yang tidak berkarya mencipta di alam ini. Boleh dikata, hampir tidak ada seniman tanpa perkembangan seksual yang kuat. Justru keadaan yang demikian, itulah yang sangat membantu seniman dalam mengembangkan fantasi-perasaan seninya. Demikianlah, seolah-olah terjadi hubungan seksual secara rahasia antara fisik dan psikis. Seperti telah terjadi pembuahan dan itu telah mulai tumbuh berkembang serta berakar Proses Terjadinya suatu Karya Seni 3 EkaTiti Andaryani menjadi janin. Kejadian itu tiada lain adalah merupakan pembeberan diri-sendiri, yang bisa dijadikan dasar pengenalan psiko-fisik pribadi seniman secara netral. “Hanya pikiran yang jernih mampu membuat suatu bahasa yang baik, hanya. pandangan yang jelas mampu menghasilkan suatu gambaran yang baik” Hartoko, 19938. Kalau sekarang terjadinya suatu karya, seni disamakan dengan terjadinya seorang manusia, maka proses selanjutnya perlu kita bedakan tahap demi tahap, seperti kehamilan, pertumbuhan, kemasakan, sketsa, dan pembentukan. KARYA SENI SUATU PROSES MENJADI Kehamilan Seperti manusia berasal dari satu sel telor yang dibuahi, demikianlah karya seni berkembang dari benih pengalaman yang dibuahi oleh fantasi cipta, yang bisa disebut ide karya seni. Suatu kesan yang didapat secara langsung atau tidak langsung, yaitu dari lingkup kecil dunianya, yang bisa merubah seniman ke gerak-gerak yang cepat dan hidup, yang merangsang keluar dari keadaannya yang seimbang dan mengundang suatu perasaan yang merangsang kuat dan menegangkan. Seniman yang mengalami keadaan seperti itu merasa kesadarannya menjadi suram. Dia merasa cita-citanya atau keinginannya tak dapat dielakkan lagi, merasa dirinya bersatu erat dengan kesan. Demikian hamilah fantasi perasaan yang merasa menerima benih hidup, semakin utuh membentuk cita-cita pribadinya dalam proses pertumbuhan serta pengesahan dirinya. Pengalaman pokok, kesan yang merangsang, serta ide kearah fantasi bentuk bersama-sama menuju ke arah penggambaran pribadi seniman. Dengan kehamilan itu, timbullah rasa ingin yang besar, keinginan untuk meninggikan jiwanya, seperti suatu perbuatan yang estetis, karakteristik. Tetapi bersamaan itu tersembul pula suatu rasa ketidaktenangan yang dapat menghanguskan dan menegangkan hati, yaitu yang ditimbulkan oleh gangguan kese-imbangan dalam. Dari kejadian itu semua seniman merasa telah dituntut untuk segera membebaskan dirinya dari kesan hamil itu dengan tindakan atau perbuatan Proses Terjadinya suatu Karya Seni 4 EkaTiti Andaryani mencipta. Dengan demikian, dia menyatukan diri dengan perasaan ingin akan kehamilan itu, dan dia tahu bahwa akan terjadi suatu kelahiran. Kesan itulah yang mengantarkan seniman kepada ide suatu karya seni. Apakah itu betul diperolehnya secara pasif atau malahan secara kebetulan saja? Tetapi bagaimana pun juga cita-cita itu lebih banyak ada pada seniman, yang menuju ke arah pengembangan diri, artinya untuk menyatakan pribadinya, yang tanpa disadari mendorongnya kesuatu cita-cita yang kompleks serta menekannya kesuatu keinginan fantasi, yang telah dipilihnya sendiri dari sejumlah besar di luar kesan, yang bisa memuaskan cita-cita ekspresinya. Jadi tanpa disadari seniman memilih ide itu sendiri ke dalam karyanya. Tetapi dia mengalami kehamilan itu yang menjadikannya lebih sadar atau kurang sadar mengikuti peraturan dari pada meninggalkan peraturan, mungkin juga itu bisa menjadi suatu inspirasi yang lebih tinggi. Semakin orang tahu dan mengerti dengan jelas akan seni yang tidak terbatas, yang mencerminkan kembali kemahakuasaan Tuhan, akan semakin besarlah kemungkinannya orang dapat berhasil mencapai kebenaran dan ideal seni Barry [ 196424-25. Sekarang, bagaimana permainan menghidupi itu bisa terjadi dengan berusaha memadatkan cita-cita itu pada ide selanjutnya, penerimaan ide itu, pembentukan fantasi perasaan pada kesan yang diterimanya, hal mana akan tetap menjadi rahasia, karena itu dilaksanakan dalam ketidak sadaran. Di situ kita hanya bisa mengerti itu „bahwa‟ demikian dan bukan „bagaimana‟ Fleming, 19795. Bila seorang pelukis atau pematung tertarik hatinya pada keindahan dari suatu bagian alam atau dari suatu gambaran fantasi yang kebetulan timbul, penyair misalnya dari suatu pertemuan dengan suatu bahan yang; puitis, pemusik dari suatu tema musikal yang bersemangat dan bersamaan itu ada perasaan “Itu harus kamu ujudkan!”, demikian memang padanya kehamilan atau penerimaan ide suatu karya seni itu terserap. Karena itu untuk selanjutnya, Driyarkara 198010 mengatakan, “Suara estetik yang diterimanya akan “digambarkan” lukis, atau “dipatungkan” pahat, atau “di bahasakan” sastra, atau “disuarakan” musik.” Mereka mengalami suatu ketegangan yang tinggi pada rasa inginnya, yang berkaitan dengan dorongan Proses Terjadinya suatu Karya Seni 5 EkaTiti Andaryani mencipta. Tetapi mereka umumnya belum tahu akan kehamilan sesaat, dan akhirnya apa yang akan diujudkan dari janin yang hidup itu. Pertumbuhan Pertumbuhan janin yang hidup itu harus kita bayangkan sebagai ide yang semakin kuat menguasai fantasi perasaan, yang makin sempurna membentuk kepribadian manusia di dalamnya. Demikian, ide itu akan mengarah ke pusat yang tersembunyi dalam hidupnya dan pengalaman pribadinya. Seluruh cita-cita yang berorientasi ke pusat itu akan berpengaruh terhadap penetralan kembali keseimbangannya yang telah terganggu. Semua pengalaman yang baru diperolehnya akan menuju ke pusat pengalaman itu, yaitu ke ide Barry [ 196422 . Begitulah janin berkembang, dihidupi oleh pengalaman-pengalaman baru yang selalu berbaur, dan akhirnya tumbuh besar menjadi suatu organ psikis yang terdiri dari banyak bagian, yang menuju ke suatu gambaran fantasi yang makin sempurna menggambarkan serta mencerminkan kepribadian seniman secara resmi di dalamnya. Pertumbuhan kandungan ide itu berjalan tanpa sadar dalam kegelapan. Seniman hanya mengalami dalam dirinya gejolak fantasi yang kuat, suatu perhatian yang semakin meningkat pada segala sesuatu yang ada sangkut-pautnya dengan ide. Dia merasa ada suatu gangguan dalam yang hebat. Suatu pernyataan yang masih selalu mengganggu keseimbangan, yang merupakan bumbu di dalam, akhirnya dia akan puas dengan perujudan dalamnya. Dia belum melihat secara keseluruhan, bahwa belum ada kesatuan dalam bermacam jenis itu, yang bisa mengungkapkan pribadinya secara sempurna. Oleh karena itu dia mengalami tahap pertumbuhan itu belum lagi merupakan pembebasan keinginan estetis, tetapi merupakan keadaan estetis yang sepenuhnya memaksa Margolis, 198010. Kemasakan Ide telah dikawinkan dengan kepribadian melalui perantaraan fantasi perasaan, semua pengalaman telah disamakan dan telah diorientasikan di situ sebagai pusat pengalaman, dengan begitu keseimbangan yang baru akan tercapai Tedjoworo, Proses Terjadinya suatu Karya Seni 6 EkaTiti Andaryani 200945. Ide pandangan dalam karya seni itu telah masak. Sekarang seniman berada pada posisi mempersatukan gambaran fantasinya. Dia berhadapan dengan organ psikis, pandangan dalamnya dipenuhi dengan keinginan estetis yang tinggi. Karena dalam fantasinya dia terangsang hatinya dan diorganisasi alam sekitarnya. Sekarang bertemu lagi pengesahan dirinya, karena itu dia sekarang bebas dengan pandangannya sendiri dan tidak ada lagi hambatan di dalamnya. Pengalaman kemasakan itu berarti puncak dari pada pengalaman perasaan dalam berkarya seni Margolis, 2012 356. Driyarkara 198032 telah menyinggung pula tentang pengalaman manusia yang tidak sama hebatnya. Memang, soal hebat tidaknya pengalaman manusia itu tergantung dari bakat dan kemampuan masing-masing, lagi pula itu tergantung pada keadaan konkritnya. Karena itu diketahui juga bahwa manusia itu selalu disibukkan oleh bermacam-macam persoalan, sehingga mungkin sekali mereka itu mengalami saat estetik itu secara dangkal saja. Tetapi dengan pengalaman kemasakan tadi orang merasa terikat dan bersamaan itu pula ada suatu dorongan yang kuat untuk segera menemukan jalan keluar. Ini berbeda dengan apa yang sebenarnya estetis, tapi tidak untuk orang yang memiliki bakat istimewa mencipta di sini seniman terdesak oleh fantasi ciptanya, untuk segera mengobjektifkan pengalamannya yang mengendap dari luar. Oleh karena itu dia sekarang sadar untuk menekan keadaan dirinya. Maka dari itu mungkin, bahwa gambaran fantasi ciptanya menjadi semakin kuat, langsung menghidupkan, serta reaksi perasaan yang timbul harus dilahirkan dengan gerak-gerak ekspresi yang bergairah, kemudian membentuknya melalui perantaraan gambaran fantasi ke dalam suatu ujud Tedjoworo, 200960. Sekarang gambaran fantasi yang telah masak itu bisa menjadi dorongan ekspresif yang hanya diperintahkan oleh perasaan. Oleh karena itu keikut sertaan akal yang sedang menganalisa dan memberi aba-aba tidak perlu lagi Fleming, 197960 . Tetapi sekarang karya seni yang kelihatan dalam fantasi sebagai gambar pribadi seniman, merupakan organ yang banyak bagiannya. Itu hanya bisa dilahirkan berupa tindakan secara berangsur-angsur, misalnya ke arah kesadaran yang jelas, Proses Terjadinya suatu Karya Seni 7 EkaTiti Andaryani serta hubungan masing-masing tindakan itu satu dengan yang lainnya. Jadi itu harus tumbuh dengan baik hingga masak, tetapi itu berjalan secara tidak sadar dan lagi hanya muncul dalam bentuk-bentuk fantasi ke dalam kesadaran. Suatu proses berjalan, dimana akal ikut ambil bagian. Jadi sadar akan arah cita-cita kehendaknya. Itulah sketsa. 1. SketsaDalam tahap ini seniman mencari terang dengan bantuan akal seninya, yaitu dengan teknik yang bagaimana dia sekarang harus membentuk karya seni itu, yang dia terima dan telah menjadi masak itu. Dia mencari terang itu dengan sinar akalnya. Hal ini berarti suatu proses penginsyafan. Tetapi bagaimana pun juga seniman tetap merasa dirinya kecil, hatinya kalut, sadar akan kelemahannya, akan keterbatasannya. Tetapi sketsa itu penting. Penciptaan yang sebenarnya, pembentukannya harus didorong oleh perasaan. Carrol dalam bukunya, Philosophy of Art 199954, menyinggung bahwa perasaan itu buta. Apakah itu betul? Hal ini bisa dibuktikan sendiri dari reaksi-reaksi yang timbul dari pengaruh gambaran-gambaran fantasi. Oleh karena itu seniman dalam beberapa hal dalam sketnya telah menarik garis-garis besar, serta membuat celah-celah, dimana dia bisa mengisinya pada saat-perasaan membentuk. Bersamaan dengan itu, dia mempertimbangkan akibat perasaan yang datang dari masing-masing bagian karya seni, yang terlihat dalam fantasi itu satu-sama lain, Agar di tengah perjalanan menganalisa nanti bisa dicapai suatu keadaan yang seimbang, seperti saat dia mengalami kemasakan gambaran fantasi itu secara sintetis. Dia telah meletakkan dalam beberapa hal „kerangka‟ karya seni itu secara telanjang dalam sketsanya. Sketsa tersebut dalam banyak hal bisa menjadi suatu tindakan dalam yang murni. Dan itu bisa menjadi aturan buat segolongan kecil karya seni. Pada sebuah pantun yang pendek, misalnya, itu bisa ditentukan dengan sepintas kilas akal, yang secara cepat telah mencakup penegasan pikiran. Pada banyak bagian karya seni sebaliknya, sketsa telah ditegaskan ke dalam bahan dasarnya. Pengamata dapat membayangkan ini pada sketsa para pelukis, pematung, dramawan, dan lain sebagainya. Sketsa-sketsa seperti itu keindahannya seringkali minim, kering, dan Proses Terjadinya suatu Karya Seni 8 EkaTiti Andaryani sederhana saja. Tetapi sketsa-sketsa itu bagaimana pun juga telah menunjukkan garis-garis besar pengaruh perasaan, serta telah membuka tabir bagaimana caranya menuju titik pusat, yaitu „ide‟. „Karya seni melayang di antara bola yang penuh rahasia dari tanda dan kesan “Kalau itu hanya merupakan kesan saja akan membuat hati manusia kalut, kalau hanya merupakan tanda raja itu menjadi sesuatu yang mati” Carrol, 199977. Oleh karenanya sket-sket itu sering kali bisa mendukung pengertian yang lebih mendalam dari karya seni, dan proses terjadinya karya seni tersebut. Sejauh perasaan seniman terlibat pada sketsa itu, maka sudah menjadi kaprah kalau pada semua perbuatan estetis, yang tidak ada kerja samanya rasa tidak akan jadi. Maka dengan bagian-bagian macam itu sampailah sudah sket itu pada tahap akhir yang terpenting proses penciptaan. Akhirnya, manusia masuk pada tahap pembentukan. 2. PembentukanDalam proses pembentukan ini meledaklah desakan ekspresi seniman, yang merupakan suatu kejadian kejiwaan yang murni, yaitu pengalaman fantasi seniman. Karena itu harus ditahan dan ditekan pada kesadarannya sekarang, bahwa itu harus digambarkan dalam suatu bahan dasar. Tetapi itu hanya bisa terjadi melalui gerakan-gerakan badani, yang tidak digerakkan secara langsung oleh akal, tetapi langsung dari perasaan. Hanya karena nafsu perasaan seperti itu telah melahirkan gerakan-gerakan, yang bisa menekan perasaan tersebut, akhirnya menjadikan sebab perasaan itu menggambarkan bayangan-bayangan fantasi. Demikian seperti manusia yang terang-sang kuat oleh perasaannya, mencoba melukiskan gambaran rangsangan itu melalui gerak-gerak tangan yang tidak disengaja. Begitulah seniman menggambarkan bentuk-bentuknya dengan pertolongan dorongan ekspresi gerak-gerak yang merangsang perasaan. “Seperti pada setiap perkembangan, demixian juga yang sama pada masalah seni seperti halnya sikap, suatu permulaan yang dijelaskan sebagai akhir dan suatu akhir yang dijelaskan sebagai permulaan” Barry, 196422-24. Jadi, manusia bisa membayangkan proses pembentukan itu sebagai berikut. Fantasi adalah pembawa akibat ke arah penciptaan. Begitu hidupnya gambaran Proses Terjadinya suatu Karya Seni 9 EkaTiti Andaryani fantasi itu hingga dapat membawa pribadi seniman untuk menciptakan itu kembali. Itu selalu mengganggu keseimbangan dalam, akhirnya ke luar membawa reaksi perasaan ke arah pembebasan diri, tetapi juga ke arah keterbukaan diri seniman Barry, 196424-34. Dalam usaha membangun kembali keseimbangan serta ekspresi perasaan, keterbukaan diri langgsung di arahkan kegerak-gerak ekspresi melalui rangsangan gambaran fantasi tersebut, sekaligus menggambarkan pribadi seniman dengan resmi. Akal sendiri berada di latar belakang. Boleh dikatakan, tindakan-tindakan itu telah dilaksanakan sebelumnya dalam sket. Demikianlah sekarang tanpa kerjasama secara langsung dalam proses pembentukan itu, tetapi dengan penuh perencanaan, yang bisa menghasilkan bentuk kesatuan, dan di dalam kesatuan itulah pribadi seniman diekspresikan. Hal tersebut telah dijelaskan di depan, bahwa dalam kegiatan berfantasi, kesan seluruh tujuan cita-cita pribadi seniman secara harmonis sempurna ditekankan dalam tindakan yang reaktif. Karena pada proses pembentukan, kedua kekuatan itu telah menimbulkan pengalaman pahit, maka maklumlah, bahwa seluruh tujuan cita-cita itu, juga seluruh pribadi seniman dengan resmi digambarkan secara langsung. Itu mengenai hal yang tidak diketahui pada pembentukan, tindakan-tindakan yang dipertimbangknn. Itu memang telah dikerjakan terlebih dulu dalam sketsa. Seniman lebih banyak membentuknya ke luar dari kegelapan, yaitu dari gaya hidup-nya yang gelap, bersamaan itu pula belajar dari gambaran fantasi yang dikemudikan oleh cita-cita perasaan yang sesuai baginya. Karena itu dia tidak bisa melaporkan, bagaimana sebenarnya dia telah menghasilkan karya seni. Dia hanya bisa berkata “Saya harus berbuat demikian, saya telah merasa digiring ke sana. Oleh karena itu tak pernah bisa menyusun sesuatu aturan bagaimana suatu karya seni harus diciptakan” Wollhem, 198056. Filsafat seni di sini pada umumnya tidak bisa berbuat lebih lanjut, tetapi hanya berusaha menemukan pengesahannya secara umum Fleming, 197934. Karena hal tersebut secara umum telah menguasai manusia, maka sudah semestinya berlaku juga bagi setiap seniman. Oleh karena itu hal tersebut harus Proses Terjadinya suatu Karya Seni 10 EkaTiti Andaryani berlaku juga untuk setiap karya seni. Pengesahan umum itu bisa kita kenal atas dasar pelaksanaan sampai sekarang ini. Cobalah perhatikan, dalam pribadi manusia terletak suatu dasar pembentukan secara keseluruhan, yang bagi kita merupakan prinsip pembentukan yang bersifat apriori, yang tiada lain adalah suatu kesan pengesahan mengenai pembeberan dirinya,yang mendorong ke arah ekspresi diri. Karya seni tidak hanya sebagai keseluruhan saja, ia ada dalam bagian-bagiannya juga yang merupakan kesan kehi-dupan jiwa serta dunianya, dari manusia dan semua selain itu bergerak sebagai pecahan dari sebuah figur yang antik kepada kita tidak kepada yang terdalam Fleming, 1979160 Pada setiap perbuatan manusia sampailah ke suatu nilai estetis yang paling murni dan paling sempurna, terutama dalam hal penciptaan seni melalui perantaraan fantasi perasaan. Pada pekerjaan itu pribadi seniman sebagai keseluruhan selalu terlibat. Dengan begitu ciptaan seni berarti kesan pengalaman dalam kesadaran akan alam sekelilingnya, yang dituangkan melalui perantaraan bahan dasar yang dipergunakannya. Di dalam proses pembentukan, seniman menggambarkan organ-organ kejiwaan yang tumbuh sampai masak dalam gambaran fantasi melalui perintah perasaan menjadi gerak-gerak ekspresi. Di dalam gambaran itu, di dalam karya seni, harus ditegaskan pengesahan pribadi seniman. Karena tujuan cita-cita sekarang lebih banyak disatukan, yaitu kesatuan dari banyak hal, maka pengesahan umum berarti bagi setiap orang, jadi berlaku juga bagi setiap seniman. Kita harus bisa menemukan kembali pengesahan umum tersebut dalam setiap karya seni, yang juga merupakan kesatuan dari banyak hal itu. Di situ tujuan cita-cita sama seperti yang telah didengar, pada hakikinya telah dinyatakan oleh setiap orang sebagai pembebasan diri dan pembebasan cita-citanya sendiri. Maka demikian manusia akan menemukan kembali cita-cita itu secara simbolis dalam setiap karya seni Saini, 200144. Mengenai pengesahan umum tersebut berlaku juga untuk semua bidang seni, telah disusun suatu pengesahan khusus yang berlainan untuk masing-masing bidang seni. Teori seni dalam hal ini telah mendapat tugas khusus untuk menyelidiki kemungkinan-kemungkinannya. Pengesahan khusus tersebut merupakan penyerahan Proses Terjadinya suatu Karya Seni 11 EkaTiti Andaryani diri atas kerjasama pengesahan umum material, di mana seniman menggambarkan pengalamannya, dan organ tertentu di mana material tersebut dipergunakan. Mengenai pengesahan khusus itu akhirnya disusun pengesahan yang bersifat individu sebagai menara gading, di dalamnya tercermin individu seniman. Hal itu tidak bisa disalurkan'masuk keteori umum lagi, tetapi sebagai sesuatu yang terakhir, dapat ditentukan hanya sebagai perasaan ugahari. Penentuan tersebut bisa menjadi suatu saran monografis pembahasan seni Saini, 200160. Setiap karya seni mengambil bagian dari ketiga pengesahan tersebut. Pada masing-masing tinggallah suatu sisa yang tidak bisa dimengerti oleh akal, tetapi hanya bisa ditangkap oleh perasaan saja. Di lain pihak dikatakan bahwa itu hanya bisa dialami oleh perasaan saja, individu yang murni pada hakekatnya adalah karya seni itu sendiri. Filsafat seni umum sebenarnya telah memecahkan persoalan yang relatif sederhana ini yaitu dengan menentukan pengesahan umum beserta kesimpulan-kesimpulan penyerahan dirinya. Apakah dia akan mampu berbuat lebih, melebihi batas benda yang diselipkan? Inilah tugas suatu seni, untuk mendobrak kesempitan dan meninggalkan rasa takut yang tak terhingga serta sekaligus membukakan jendela akalnya untuk mengidam-idamkan yang tak terbatas Fleming, 197987; Saini, 200167. Bagaimana sekarang masalahnya mengembangkan kesimpulan-kesimpulan semacam itu? Kita di sini akan menemukan, bahwa dari kepastian di atas, penciptaan seni terpengaruh oleh pengesahan umum, artinya bahwa teori umum penciptaan seni samasekali berpangkal dengan sendirinya pada kejernihan dan pada kejelasan pengertian orang tentang seni. Di situ nampak pertumbuhan yang sangat subur secara genetis. Kalau manusia tahu, pengesahan umum yang mana yang pegang peranan penting dalam penciptaan seni ini, bersama itu pula kita tahu, pengesahan umum yang mana yang ditekankan dalam karya seni, artinya kita beruntung situ pandangan dalam kejadian seni . Proses Terjadinya suatu Karya Seni 12 EkaTiti Andaryani KESIMPULAN Seni sebagai realitas estetis. Keindahannya memancarkan suatu kreativitas yang luar biasa. Ia berada dalam lingkungan di mana ia dilahirkan, namun juga tak jarang ia berada di luar lingkungan di mana ia dilahirkan. Realitas estetis yang ditampilkan sebuah karya seni sebagai sebuah keutuhan, baik keutuhan material maupun formal. Karya seni yang hadir dalam realitas merupakan karya manusia seniman. Proses dalam suatu karya seni lebih menitikberatkan pada dimensi estetis dan kreatif seorang seniman. Namun, proses terjadinya karya seni tidaklah sesederhana seperti hanya melihat karya seni yang sudah jadi. Dalam prosesnya, seorang seniman berkontemplasi estetis hingga mampu mendeformasi objek material ke dalam bentuk suatu karya seni. Proses inilah yang dapat dilihat sebagai salah satu bentuk kreativitas seniman. Dari kata “proses” tersebut kiranya perlu direnungkan lagi kata-kata seorang Filsuf Inggris, Alfred North Whitehead 1861-1947, yang menuliskan tentang Filsafat Proses Realitas bukanlah sesuatu yang statis, tetapi terus bergerak dan berubah dalam suatu proses yang tak kunjung berhenti. Dalam prinsip realtivitas, “yang banyak” yaitu satuan-satuan aktual yang sudah lengkap, selalu terlibat dalam proses pembentukan “yang satu”, yakni satuan aktual baru yang membentuk dan mencipta diri. Seluruh alam terus terlibat dalam proses transmisi maupun kenkresi Ali Mudhofir, 2001535. Proses Terjadinya suatu Karya Seni 13 EkaTiti Andaryani DAFTAR PUSTAKA Ali Mudhofir, 2001, Kamus Filsuf Barat, Yogyakarta Pustaka Pelajar. Barry, Sir Gerald, 1964, The Art Man’s Creative Imagination, New York Doubleday and Company Inc. Carrol, Noel, 1999, Philosophy of Art A Contemporary Introduction, London - New York Routledge. Driyarkara, N., 1980, Driyarkara tentang kebudayaan, Yogyakarta Penerbit Yayasan Kanisius. _________, 1978, Filsafat Manusia, YogyakartaPenerbit Yayasan Kanisius. Fleming, William, 1979, Art and Ideas, New York Rinehart and Winston. Margolis, Joseph, Pengantar ke dalam Probelem-problem Filsafat, diterjemahkan oleh Theophilius J. Riyanto. Yogyakarta Kanisius. _________, 1980, Art and Philosophy Conceptual Issues in Aesthetics, Great Britain The Harvester Press Ltd. Saini 2001, Taksonomi Seni, Bandung STSI Press. Tedjojiwo, H., 2009, Imanji dan Imajinasi Suatu Telaah Filsafat Postmodern, Yogyakarta Kanisius. Wollheim, Richard, 1980, Art and Its Object, New York Cambridge University Press. ... In the process of making works, an artist can often think of several ideas and look for the most appropriate with what they want to convey Martopo, 2006;Titi Andaryani, 2016. In addition, in the process of creating a work of art, the artist must take into account the material and media to be used so that it is following the technique they want to use. ...p>Art creation can be used to meet the needs of artists by being creative and expressing. The creative process of making this work was initiated from the creation of a figure on the object of the work of art as the artist's self-expression. This research method uses descriptive qualitative analytical and exploratory methods of data obtained from the analysis of aesthetic concepts from works of art. The problem in this process of creation is how art reaches its potential to convey the feeling of alienation of artist through the figures in the work. The results of this process of making are metaphorical figures of the process of contemplation. The message from this artwork is that art has an effective ability to evoke empathy and closeness between people who share similar experiences and complex feelings. Through figures who can reach that potential and independently make connections with appreciators Penciptaan seni dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan seniman dengan berkreasi dan berekspresi. Proses kreasi pembuatan karya ini digagas dari penciptaan figure pada objek karya seni sebagai ekspresi-diri seniman. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik kualitatif, dan eksplorasi, data yang diperoleh dari analisis konsep-konsep estetika dari karya-karya seni rupa. Permasalahan dalam proses penciptaan ini bagaimana seni mencapai potensi untuk menyampaikan perasaan keterasingan seniman melalui figure-figure pada karya. Hasil dari proses pembuatan ini adalah figur-figur metaforik dari proses kontemplasi. Pesan yang disampaikan bahwa karya seni memiliki kemampuan efektif untukmembangkitkan empati dan kedekatan antara orang-orang yang berbagi pengalaman yang serupa dan perasaan yang kompleks. Melalui figure yang dapat mencapai potensi itu dan secara mandiri membuat koneksi dengan para apresiatorEvery artist has the goal of creating works of art that cannot be separated from the spiritual feelings experienced daily. The creative process of creating this work of art is initiated from the mirror which will be explored in the work of art. The method used is descriptive qualitative study and experimental method. The problem in this creation process is how the phenomenon that occurs when humans feel unhappy in their inner life so that they feel depressed, even judged between individuals, both physically and non-physically. The result of this creation process is a puzzle arrangement which is a metaphor for the results of reflection as well as the spiritual relationship of the soul with the body that has been experienced in living and contemplating life. The message conveyed through this work is that humans must understand each other. Setiap seniman memiliki tujuan menciptakan karya seni yang tidak lepas dari perasaan spiritual yang dialami sehari-hari. Proses kreatif penciptaan karya seni ini digagas dari cermin yang akan dieksplorasikan pada karya seni. Metode yang dipergunakan adalah studi metode deskriptif kualitatif dan metode eksperimental. Permasalahan dalam proses penciptaan ini bagaimana fenomena yang terjadi ketika manusia merasakan perasaan tidak bahagia dalam kehidupan batinnya sehingga merasa tertekan, bahkan dinilai antar individu, baik secara fisik maupun non fisik. Hasil dari proses penciptaan ini adalah susunan puzzle yang merupakan metafora dari dari hasil refleksi sebagaimana hubungan spiritual jiwa dengan tubuh yang telah berpengalaman dalam penjalanan hidup dan perenungan hidup. Pesan yang disampaikan melalui karya ini adalah manusia harus saling memahami antara satu dengan lainnya Penciptaankarya seni adalah proses bergeraknya bentuk-bentuk wacana yang terimajinasikan (narasi-narasi imajinatif) yang menjadi pengalaman seniman pencipta, menuju wujud karya yang berupa simbol-simbol maknawi dan wigati. 33-65). Oleh karena itu, isi pikiran dalam proses penciptaan seni adalah pemahaman, kesadaran, gagasan, dan imajinasi Ilustrasi seniman menciptakan karya seni rupa murnia dengan menggabungkan aspek konseptual dan aspek visual. Foto PixabaySeni rupa murni merupakan pengungkapan pikiran dan perasaan seniman, yang hasil karyanya semata-mata hanya memberikan kepuasan batiniah atau rohaniah. Tujuan pokok penciptaan seni rupa murni adalah untuk kepentingan estetis, tanpa disertai fungsi seni rupa murni adalah kegiatan menciptakan sebuah karya seni untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pengalaman kehidupan, menjadi perwujudan visual yang dilandasi kepekaan buku Pelajaran Seni Budaya SMA Kelas X karya Drs. Sumardi dkk 2010 14, terdapat dua aspek dalam penciptaan karya seni rupa murni, yaitu aspek konseptual dan aspek aspek konseptual memfokuskan penciptaan karya seni rupa murni yang mengarah kepada sebuah gagasan atau ide. Lalu, bagaimana dengan aspek visual dalam proses penciptaan seni rupa murni? Agar lebih memahaminya, simak uraian lengkapnya berikut visual dalam proses penciptaan seni rupa murni berhubungan dengan wujud karya seni yang dapat dinikmati oleh indera manusia. Foto PixabayAspek Visual dalam Proses Penciptaan Seni Rupa MurniAspek visual dalam karya seni rupa murni adalah aspek yang berhubungan dengan wujud karya seni rupa itu sendiri dan dapat dinikmati oleh indra manusia. Mengutip dalam buku Apresiasi Seni Rupa dan Seni Teater oleh Drs. Margono, dkk 2007 71, aspek visual dalam proses penciptaan seni rupa murni dibagi menjadi tiga macam, yaituSubject matter adalah permasalahan yang menjadi pokok penciptaan suatu karya seni. Subject matter diletakkan dalam aspek visual, agar dapat menjelaskan atau menghubungkan antara aspek konseptual penciptaan, dengan penggambarannya secara matter juga disebut sebagai tema karya seni rupa yang akan diciptakan. Misalnya, tema sosial tentang kemiskinan, akan menggunakan objek pengemis. Sementara itu, tema perjuangan kemerdekaan digunakan pahlawan sebagai tersebut dapat divisualisasikan dengan beberapa cara. Adapun caranya, yaituMemilih unsur-unsur seni rupa murni yang akan digunakan grafis, warna, tekstur, bidang, volume, ruang.Menyesuaikan dengan kebutuhan interes seni dan interes dengan prinsip estetika yang telah ditetapkan dalam aspek adalah salah satu contoh karya seni rupa murni. Foto PixabayKomposisi rupa berisi pengaturan dari berbagai prinsip seni rupa murni yang digunakan untuk penciptaan sebuah karya. Unsur-unsur seni rupa dikelola sedemikian rupa, untuk selanjutnya diatur dengan prinsip tertentu. Ada empat prinsip pokok yang dibutuhkan untuk mengelola unsur-unsur seni rupa tersebut, di antaranya yaitu proporsi, keseimbangan, irama, dan kesatuan untuk memperlihatkan karakteristik dan keunikan pribadi pencipta karya seni tersebut. Dalam penciptaan karya seni rupa murni, karakteristik atau ciri khas pencipta seni merupakan faktor bawaan, yang menandai sifat unik sebuah karya yang diciptakan. Gaya pribadi akan lebih terlihat, apabila kebebasan berekspresi diberikan, sehingga nampak keberagaman gaya seni yang sesuai kepribadian sang seniman/pencipta karya seni. Sebagai contoh, Raden Saleh, Basoeki Abdullah dan S. Soedjojono, adalah sesama pelukis dengan gaya realisme. Namun, karya-karya mereka akan sangat berlainan, karena unsur gaya pribadi yang dimilikiya. Karya Raden Saleh menghadirkan suasana dramatis aristokratis, karya Basoeki Abdullah memperlihatkan idealisasi keindahan yang permai, sedangkan karya S. Soedjojono menghadirkan suasana heroisme dan tujuan pokok penciptaan seni rupa murni?Ada berapa aspek dalam penciptaan karya seni?Apa maksudnya aspek konseptual dalam penciptaan karya seni?

3 Teori dan Metode Penciptaan a. Teori . Penciptaan karya seni merupakan proses kreativitas dalam berkesenian yang memberikan kebebasan ruang tafsir bagi siapa saja yang ingin mewujudkan suatu ide dalam karya. Karya seni sendiri adalah segala sesuatu yang diciptakan manusia yang mengandung unsur keindahan dan mampu membangkitkan perasaan orang

- Proses kreasi merupakan proses seni yang bertujuan menghadirkan sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Proses ini berhubungan dengan konsep kreativitas, yaitu mencipta atau menciptakan sesuatu yang Kamus Bahasa Indonesia KBBI kreasi adalah kata benda atau sinonim dari kata karya. Kata ini diambil dari bahasa latin create yang artinya menciptakan. Kreasi berarti melahirkan atau memunculkan ekspresi seni yang berubah menjadi karya seni. Penciptaan ini melewati beberapa proses dari yang tidak ada menjadi ada. Salah satu contoh karya seni yang terlibat dalam proses kreasi adalah seni musik. Berdasarkan modul Seni Budaya terbitan Kemendikbud, karya seni musik adalah objek kasat indra dengar yang bersifat auditory. Sebuah karya seni musik sebagai objek pengamatan berlaku untuk siapapun. Sebuah karya musik pada dasarnya memiliki maksud dan tujuan yang ingin disampaikan kepada penikmat musik. Karya musik hadir karena adanya kreativitas dari hasil penciptaan seseorang serta dapat berasal dari pengungkapan gagasan dari proses kreatif yang terinspirasi dan tercipta dari fenomena-fenomena kehidupan manusia dan Tahap Proses Kreatif Musik Proses kreatif musik meliputi empat tahapan, termasuk Persiapan tahap seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan menganalisis masalah, bertanya kepada orang lain, mencari solusi dan mencari jawaban. Inkubasi tahap ketika seseorang tidak peduli dengan masalah tersebut di alam sadar namun ia akan selalu memikirkannya di alam pra-sadar. Dari proses inkubasi ini sering kali seseorang mendapatkan inspirasi untuk membuat kreasi. Iluminasi tahap seseorang mendapatkan inspirasi beserta proses-proses lain yang mengawali dan mengikuti lahirnya inspirasi dan pemikiran. Verifikasi tahap pengujian terhadap karya baru agar sesuai dengan realitas. Di tahapan ini dibutuhkan pemikiran yang kritis dalam pengujian ide agar mengetahui apakah ide layak untuk dijadikan karya dan diterima oleh umum. Kreativitas dalam pengembangannya sangat terkait dengan aspek empat P, yaitu pribadi, pendorong, proses, dan produk. Kreativitas akan muncul dari hasil adanya interaksi pribadi yang unik dengan lingkungannya. Menurut Munandar dalam modul Seni Budaya terbitan Kemendikbud, kreativitas merupakan sebuah proses merasakan, mengamati, dan membuat dugaan tentang adanya kekurangan masalah, menilai dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan Makna Kreasi Musik Kreasi musik artinya pengungkapan ide melalui seni yang didasarkan pada pengorganisasian bunyi atau suara menurut waktu. Unsur dasar musik berupa irama, melodi, dan harmoni. Adapun unsur lainnya berupa gagasan, sifat, dan timbre yang juga didukung oleh unsur ekspresi yang disusun secara indah. Analisis musik cenderung lebih pada prinsip-prinsip yang universal atau setidaknya mencari rumusan konsep menyeluruh untuk menjelaskan makna, gramatika, dan mekanisme karya musik serta menemukan nilai estetis musik. Berikut ini cara-cara yang dapat dilakukan untuk mendekati musik dalam kajian bidang analisis musik menurut Dieter Mack. Adanya budaya musik yang hampir tidak memiliki suatu kesadaran kognitif tentang aspek-aspek dalam dan luar musiknya sendiri, walaupun setiap jenis musik memiliki unsur internal, yaitu gramatik dan teksnya dan unsur eksternal berupa konteksnya. Kecenderungan yang sama biasa ditemukan saat adanya perubahan fundamental ketika memulai menjelaskan musik berdasarkan logika rasional dan melalui yang dikatakan aturan-aturan alamiah dalam bidang ilmu “musikologi.” Teori musik terkait dengan studi komposisi yang dipandang sebagai disiplin ilmu dengan nilai akademis yang sejajar dengan musikologi atau etnomusikologi. Kecenderungan diwarnai dengan kesalahpahaman tentang keuniversalan struktur-struktur dalam musik sebagai dasar ideologi. Produk kreativitas mengharuskan bahwa karya yang dihasilkan merupakan sebuah hasil dari proses kreativitas karya yang original, baru, dan memiliki makna didalamnya. Analisis musik sendiri lebih mempelajari mengenai konsep dari karya seseorang untuk mengetahui lebih jauh mengenai makna, mekanisme, gaya bahasa, dan nilai estetis yang ada dalam sebuah juga Pengertian Seni Musik menurut Para Ahli Jamalus, Red, dan Sidnell Daftar Jenis-Jenis Musik Kreasi dan Tekniknya Mengenal Apa Saja Prosedur Musik Kreasi Minat dan Pelajari Konsep - Pendidikan Kontributor Ai'dah Husnala Luthfiyyah AnsPenulis Ai'dah Husnala Luthfiyyah AnsEditor Yonada Nancy . 391 246 426 405 107 34 248 11

dalam proses penciptaan karya seni dibutuhkan